Oleh: Sugeng Wachyono
Regulasi lingkungan hidup di Indonesia terus mengalami perubahan untuk merespons dinamika pengelolaan sumber daya alam dan tantangan ekologis yang semakin kompleks. Dalam dekade akhir-akhir ini, kebijakan lingkungan berkembang dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 16 Tahun 2010, Permen LHK No.18 Tahun 2015, Permen LHK No. 15 Tahun 2021, hingga Permen LH/BPLH No. 1 Tahun 2024.
Transformasi regulasi inilah mencerminkan perubahan pendekatan dari sekadar pengendalian pencemaran menjadi tata kelola lingkungan yang lebih komprehensif, lantaran mencakup sektor kehutanan dalam sistem pengelolaan terpadu.
Dari Pendekatan Sektoral ke Holistik.
Pada 2010, kebijakan lingkungan masih berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), terpisah dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Regulasi saat itu lebih berfokus pada perlindungan lingkungan tanpa integrasi yang erat dengan sektor kehutanan.
Namun, pada 2014 hingga tahun 2024, pemerintah menggabungkan kedua kementerian menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) guna meningkatkan efektivitas dalam menangani isu-isu lingkungan yang berkaitan erat dengan kehutanan.
Langkah ini menandai pergeseran dari pendekatan sektoral ke pendekatan holistik dalam pengelolaan sumber daya alam.
Hadirnya Permen LHK tersebut mempertegas kebijakan terpadu ini, dengan cakupan yang lebih luas, mulai dari perlindungan hutan, pengelolaan kawasan hutan, hingga konservasi ekosistem.
Tantangan di Lapangan :
Salah satu kebijakan penting dalam transformasi ini adalah pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 15 Tahun 2021 memperkenalkan pendekatan berbasis risiko dan juga penyederhanaan perizinan lingkungan. Beberapa poin kunci dari kebijakan ini meliputi: (1) Penggantian mekanisme AMDAL dengan persetujuan lingkungan yang lebih sederhana. (2) Penguatan pengawasan berbasis risiko untuk menyesuaikan perlakuan terhadap berbagai tingkat risiko usaha. (3) Peningkatan partisipasi publik melalui akses informasi dan keterlibatan lebih luas dalam pengelolaan lingkungan.
Dengan regulasi inilah, pendekatan kebijakan lingkungan berkembang dari sekadar pengendalian pencemaran menjadi tata kelola yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap kebutuhan lingkungan dan ekonomi.
Salah satu perubahan besar dalam Permen LHK tersebut adalah juga restrukturisasi organisasi KLHK agar lebih responsif terhadap tantangan lingkungan dan kehutanan. Jika dalam regulasi 2010 struktur organisasi masih sederhana dan berfokus pada pengelolaan lingkungan, kini terdapat unit-unit tambahan yang menangani kehutanan dan ekosistemnya secara lebih spesifik.
Pendekatan yang lebih terpadu ini diharapkan mampu mengurangi tumpang tindih kebijakan, meskipun tetap menghadapi tantangan dalam penyelarasan tugas antarunit di dalam kementerian.
Partisipasi Publik dalam Tata Kelola Lingkungan Perubahan regulasi ini membawa dampak signifikan dalam strategi pengelolaan lingkungan di Indonesia. Kebijakan integratif dalam Permen LHK memungkinkan koordinasi yang lebih baik dalam menangani isu perubahan iklim, deforestasi, pencemaran, dan konservasi ekosistem.
Namun, tantangan tetaplah ada, terutama dalam efektivitas koordinasi kebijakan untuk menghindari tumpang tindih wewenang, peningkatan kapasitas kelembagaan, serta peran aktif publik dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Partisipasi masyarakat menjadi elemen kunci dalam memastikan keberlanjutan kebijakan lingkungan ini. Oleh karena itu, transparansi dan keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan harus semakin diperkuat.
Perbandingan Tiga Regulasi Kunci :
Pada dasarnya, Permen LH/BPLH No. 1 Tahun 2024 memiliki keterkaitan dengan Permen LH No. 16 Tahun 2010 dan Permen LHK No. 15 Tahun 2021, tetapi dengan fokus dan cakupan berbeda. Permen LH No. 16 Tahun 2010 berorientasi pada pengendalian pencemaran dan perlindungan lingkungan tanpa menyentuh sektor kehutanan.
Permen LHK No. 15 Tahun 2021 membawa perubahan signifikan dengan memperkenalkan pendekatan berbasis risiko dan penyederhanaan perizinan, menjadikannya lebih adaptif terhadap kebutuhan lingkungan dan ekonomi.
Sementara itu, Permen LH/BPLH No. 1 Tahun 2024 menata ulang organisasi dan tata kerja KLHK serta BPLH, meningkatkan efektivitas birokrasi, dan memperkuat koordinasi antarunit untuk memastikan efisiensi dalam implementasi kebijakan lingkungan. Dengan integrasi yang lebih luas, regulasi ini bertujuan menciptakan tata kelola lingkungan hidup yang lebih harmonis.
Kesimpulan :
Perjalanan regulasi lingkungan hidup di Indonesia menunjukkan transformasi kebijakan yang signifikan. Dari Permen LH 2010 hingga Permen LH/BPLH 2024, pendekatan pengelolaan lingkungan berkembang dari sektoral menjadi lebih integratif dan holistik.
Meski membawa manfaat dalam koordinasi kebijakan, integrasi sektor lingkungan dan kehutanan juga menghadapi tantangan implementasi. Diperlukan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi, menghindari tumpang tindih kebijakan, serta memperkuat kapasitas kelembagaan.
Oleh karena itu, evaluasi dan penyesuaian regulasi secara berkala menjadi kunci efektivitas perlindungan pengelolaan lingkungan hidup. Partisipasi aktif masyarakat, transparansi dalam pengambilan keputusan, serta koordinasi lintas sektor harus terus ditingkatkan agar kebijakan lingkungan yang ada dapat berjalan optimal dan berdampak positif bagi keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia. (Diolah dari berbagai sumber)