Sleman (19/01). Setelah membantu Kasultanan Demak menumpas pemberontakan Aryo Penangsang, Ki Ageng Pemanahan diberikan hadiah hutan mentaok (sekarang kotagede) oleh Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir – Raja Pajang yang notabene menantu Sultan Trenggono ,- Kasultanan Demak) dengan mendirikan Kadipaten Mataram.
Kemudian pada tahun 1575 Danang Sutowijoyo (Panembahan Senopati) menggantikan ayahnya Ki Ageng Pemanahan yang meninggal karena sakit dan kemudian Kadipaten Mataram berusaha melepaskan diri dari Kerajaan Pajang, kemudian setelah Joko Tingkir wafat, pada tahun 1586 Danang Sutowijoyo dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama mendirikan Kerajaan Mataram Islam.
Kerajaan Mataram Islam sempat berjaya pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1646), namun atas campur tangan VOC Kerajaan Mataram Islam terbelah dua menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta pada 1755.
Keberadaan masjid menjadi salah satu pilar bagi berdirinya Kasultanan Yogyakarta (Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat). Selain Masjid Gedhe yang berada di pusat pemerintahan, Kasultanan Yogyakarta juga membangun masjid di empat penjuru mata angin dan kemudian disebut sebagai Masjid Pathok Negara.
Masjid Pathok Negara secara makna kata, Pathok berarti sesuatu yang ditancapkan sebagai batas atau penanda, dapat juga berarti aturan, pedoman ,atau dasar hukum. Sementara Negara berarti negara, kerajaan, atau pemerintahan. Sehingga Pathok Negara bisa diartikan juga sebagai batas wilayah negara atau pedoman bagi pemerintahan negara.
Masjid Pathok Negara dibangun di masa Sri Sultan Hamengku Buwono I. Masjid-masjid ini meliputi :
- Masjid Jami’ An-nur di Mlangi (Barat),
- Masjid Jami’ Sulthoni di Plosokuning (Utara),
- Masjid Jami’ Ad-Darojat di Babadan (Timur),
- Masjid Nurul Huda di Dongkelan (Selatan)
- Masjid Taqwa di Wonokromo (Selatan)